Si`Penulis Melodi
Malam yang kelam dan sunyi, hanya
bertabur kelipnya bintang yang menemani langkah malamku menuju pertunjukan
Musik yang diselenggarakan oleh suatu event
organizer. Memang, tak banyak yang aku ketahui tentang Musik apalagi
sesuatu Nada yang dirangkai dengan balutan Melodi yang bisa membuat pendengar
serta penikmat terhanyut dalam lantunan Irama tersebut. Aku --- seorang lelaki
yang hanya bisa mengungkapkan semua frasa kataku dengan tulisan-tuisan bodoh
yang mungkin tak banyak bermutu. Langkah kaki ku berhenti disuatu sudut ruangan
dan melihat sesosok gadis mengenakan gaun selutut dengan rambut yang digerai
sempurna dan sentuhan make-up yang se-natural mungkin sehingga membuatnya
terlihat lebih Anggun dan sederhana. Akupun memalingkan pandangan mataku dari
arahnya dan sesegera mungkin menuju tempat penukaran Ticket Musik tersebut.
Sebenarnya aku menonton pertunjukan
ini tidak sendiri, aku janjian dengan temanku, dengan segera aku mencari tempat
duduk yang sudah lama aku Booking.
“hei, darimana aja Ga, baru sampe jam
segini. Untung aja belum mulai pertunjukannya.” Sambut Veya yang sudah lebih
dulu datang.
“biasalah, orang sibuk mah gini.”
Dengan nada suaraku yang terkesan sidikit percya diri dan sambil membenarkan
kupluk yang aku kenakan.
“halah, sibuk apa si? Sibuk nulis aja
juga.”
“selagi masih bisa nulis dan
menginspirasi banyak orang, gak salah kan?”
“iya deh terserah kamu.” Veya
menyudahi perbincangan singkat ini karena pertunjukan Musik akan segera
dimulai. Aku menyaksikan dari banyaknya keramaian dan kerlap-kerlip cahaya
lampu yang memancar dan memfokuskan pada panggung Musik tersebut --- sederhana
dan elegan. Begitulah sekiranya yang dapat aku gambarkan.
Dengan tatapan yang penuh dengan
keseriusan dan kenyamanan yang terjalin begitu saja; tanpa iterupsi dan tanpa
basa-basi. Mataku mencari sosok gadis yang berada dalam sudut ruangan Backstage tadi, tak lama kemudian sosok
yang kunanatikan datang dengan sangat Anggun berjalan menuju tengah panggung
dengan tataran sebuah bangku dan mic menjadikannya seorang pemeranran utama
dalam pertunjukan Musik itu. Sorot lampu pun berpusat kepada Gadis Anggun
tersebut. Dengan senyum yang mengembang dan perasaan penasaran terhadap Gadis
Anggun tersebut. Mungkin tak hanya diriku saja yang menatap kagum Gadis yang
sekarang sudah duduk di atas bangku yang disediakan --- seisi ruangan
tersebutpun demikian.
Tak banyak waktu yang terbuang, Gadis
Anggun tersebut memperkenalkan diri dan langsung memaikan Pianonya dengan Irama
Melodi yang mampu menghipnotis seluruh pengunjung yang datang. Dengan hati-hati
ku resapi setiap lirik yang gadis tersebut lantunkan. Dengan arti yang begitu
menggetarkan hati dan perasaan. Veya, yang berada disampingku tak mampu menahan
isak tangis atas nada yang dilantunkan dengan sangat lembut dan tempo yang
lambat. Mataku hanya tertuju pada Gadis Anggu itu, gadis yang membuatku menjadi
penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam lagi.
Setelah selesai Pertunjukan Musik
tersebut aku menuruni setiap anak tangga diikuti dengan Veya yang masih menyeka
air matanya. Hei kau pemain Piano dan
Irama klasik --- bolehkah ku mengetahui lebih siapa dirimu; hanya ingin
mengetahui saja, tak lebih. Dengan langkah kaki yang mengikuti alur
pemikiran ini.
“Rega, kenapa kamu? Jadi
diem begitu? Kerasukaan Setan musik apa?”
“apa si Vey, gak si. Masih
menghayati dan masih teriang-iang tentang Irama musik yang terdengar
sederhana.”
“menghayati Iramanya atau
Gadis yang ada di atas panggung tadi?”
“lagunya lah Vey.” Sanggah
ku dengan cepat
“hahaha, biasa aja kali
Mas,”
Aku hanya terdiam dan menghiraukan ucapannya. Jika dilanjutkan sampai esok
haripun tidak akan selesai.
Aku menunggu Veya yang
katanya dijemput dengan Dava; seorang laki-laki yang membuatnya jatuh hati. Tak
ada percakapan yang terjalin diantara kami, karena diam adalah cara terbaik
untuk saling memahami situasi. Aku melihatnya yang sedang sibuk mengabari
kekasihnya itu, sedangkan sorot mataku masih mencari-cari sosok Gadis Anggun
tersebut. Nyatanya sorot mata ini membuyar dan ada sedikit rasa kecewa, seorang
yang ku cari tak kunjung ku jumpai. Entah apa yang aku rasakan saat ini, tak
dapat melihatnya, membuat aku menjadi gelisah dan rasa penasaran ini seperti
BOM yang akan meledak. Tak lama kemudian Dava pun datang menjemput Veya, dan
sekarang tinggal lah aku sendiri dibawah lindungan halte bus.
Dengan earphone yang ku kenakan dan
memejamkan mata sejenak. Menetralkan segala perasaan yang tak karuan ini;
lelah, dan penasaran. Ketika aku membuka mata ada sosok wanita di sampingku,
aku mengernyitkan mata dan memperjelas penglihatanku. Mataku membelalak ketika
yang duduk di sampingku adalah Gadis Anggun yang membuatku menjadi seseorang
yang tak karuan seperti ini. Dengan gugup dan rasa tak karuan ini aku mencoba
untuk menyapa-nya dan membuka suatu percakapan.
“sorry, kamu Alicia ya?” dengan mencopot earphone yang aku kenakan.
“iya,” dengan mata yang
berbinar-binar akibat cahaya lampu mobil yang memantulkannya dalam cekungaan
bulat hitam pekat yang dapat menghipnotiz siapa saja.
“tadi pertunjukan kamu
bagus banget, membuat seisi ruangan terhanyut dengan Irama dan lantunan lirik
yang kamu lontarkan.” Pujiku kepada Gadis yang memang pantas untuk mendapatkan
itu.
“sebenarnya aku hanya
menyampaikan seperti biasanya, secara profesional saja. Diresapi atau tidaknya
suatu Lagu itu tergantung dengan pendengar, tergantung gimana mereka menangkap
segala isi dalam lagu tersebut.” Jelasnya padaku dengan tersungging secuil
senyuman tipis yang sungguh manis.
“tidak hanya pendengarnya
saja yang menangkap segala isi Lagu. Namun seseorang yang membawakan Lagu tersebut harus lebih menghayati dengan
raut wajah dan sorot mata.”
Gadis ini hanya terdiam
setelah mendengar ucapanku. Aku berfikir sejenak apakah ada yang salah dengan ucapanku ?
“sorry, aku salah
menyampaikan suatu argumentasi ya?” sambungku .
“gak sama sekali kok.
Ternyata kamu itu lebih tahu Musik yah. Suka Musik juga?”
“tahu banyak si gak. Cuma
sekedar paham aja, suka si gak terlalu. Tapi ya kadang bisa jadi bahan
inspirasi aja kalo kalo Stak Nulis.”
“Nulis?”Gadis ini
mengernyitkan keningnya. Seolah menunjukan makna tersirat atas pertanyaannya.
“iya Nulis. Kenapa? Pasti
mau dibilang Aneh? Iyakan?”
“jangan berprasangka yang
gak baik. Pertanyaan apapun bukan berarti judge
seseorang. Seseoraang yang pandai dalam menyampaikan suatu Frasa kata dia
lebih paham dan mengambil sisi positifnya. Bukankah demikian?”
“gak semua Frasa kata dapat
dipahami oleh seorang penulis ataupun orang yang suka Nulis.”
“susah ya kalo bicara sama
manusia yang memahami sastra. Pinter buat orang lain Stak.”
“ah gak juga. Kamu aja
terlalu dibawa berlebihan. Waktu sudah menuju hampir tengah malam. Silakan
kembali dan silakan kamu istirahatkan segala lelah.”
“silakan duluan untuk
kembali ketempat tinggalmu. Aku masih menunggu ayahku.” Dengan senyuman kecil
yang ia ciptakan dengan sangat manis.
“boleh aku menunggu
bersamamu disini? Gak baik seorang Gadis Cantik sendirian di malam hari.”
Tawarku kepada Alicia.
“tidak usah repot-repot.
Ayahku sudah datang kok. Tuh…” gadis ini seraya menunjukan tangannya kearah
sebuah mobil putih yang melaju dan menuju kearah ku dan Alicia.
“oh yasudah silakan kamu
kembali untuk beristirahat dan menjalin hari esok dengan semangat.” Aku hanya
tersenyum kepadanya. Dan dia hanya berbalas senyum lalu masuk ke dalam mobil
dan dengan segera mobil tersebut melaju meninggalkanku disini sendiri.
Hei kau
Gadis Anggun
tak banyak pembicaraan yang terjalin diantara kita.
dan apakah kau tahu siapa diriku?
Sosok pria yang akan mulai mencintaimu
Tanpa Interupsi dari-mu.
Komentar
Posting Komentar